Rabu, 16 April 2014

‘Aisyah

Kita semua mungkin pernah mendengar nama ‘Aisyah. Sangat umum dan lazim, bukan? Memang, saking banyaknya kita mengenal orang yang bernama ‘Aisyah atau hanya dari mendengarkan lagu, membaca buku, menonton televisi, bahkan dengan browsing di internet, mudah sekali kita menemukan nama ini. Lantas, apa istimewanya sampai-sampai tulisan ini mengabadikannya menjadi judul? Ho ho ho..., sabar kawan...

‘Aisyah yang ini memang sangat istimewa, karena Beliau adalah Ummul Mu’minin.

Tulisan ini memang terinspirasi dari kisah ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, salah satu istri Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi wa Sallam. Namun demikian tulisan ini juga tidak melulu menceritakan sejarah kehidupan Beliau. Lebih kepada hal-hal positif yang sangat dekat dalam kehidupan keseharian kita, terutama sebagai seorang perempuan. Apa sajakah itu? Simak yuk...

***



SIFAT KEIBUAN, sifat yang melekat pada kaum perempuan. Seiring dengan perjalanan kehidupannya, baik dalam status sebagai ibu atau bukan, perempuan akan sangat dekat dengan aktivitas mengasuh, mendidik, dan memberi pengajaran. ‘Aisyah memberikan teladan sangat baik dalam hal ini, Beliau mengasuh anak-anak, terutama yang yatim, mengurus berbagai keperluannya, mendidik dan mengajar, bahkan menikahkan mereka.

Beberapa waktu yang lalu saya menyaksikan sebuah tayangan televisi yang membahas tentang kehidupan anak jalanan. Disitu ditampilkan seorang aktivis perlindungan anak yang sangat terkenal, dan salah satu pernyataannya yang menarik adalah, “Mari kita ubah paradigma kita bahwa anak jalanan adalah anak nakal, karena sesungguhnya mereka adalah korban. Kita juga bisa berperan serta dalam ‘membebaskan’ mereka dari jalanan. Caranya? Urus pendidikan mereka, dirikan sekolah, tidak harus formal, home schooling pun tak apa. Saya yakin, bila kita semua bergerak bersama, tiap orang menanggung lima anak jalanan saja misalnya, selesai sudah permasalahannya”. Woww!! Sounds good ya, dan ternyata hal ini sudah dicontohkan oleh ‘Aisyah pada masa itu.

Mulai terinspirasi? Mari kita coba lakukan, mulai dari lingkungan terdekat kita seperti yang kami mulai enam tahun yang lalu. Saat itu kami (saya dan suami) mengajak anak-anak pemulung yang sering berkeliaran di kompleks perumahan kami untuk berkumpul di rumah dan memberikan sedikit bekal pengetahuan tentang agama dan akhlak. Dan kabar baiknya, kegiatan ini sekarang telah memiliki ijin operasional resmi sebagai lembaga pendidikan informal diluar sekolah. Alhamdulillah.



DERMAWAN DAN LEMBUT HATI. Bukan hal yang sulit, namun juga tidak mudah bila kita tidak membiasakan diri untuk melakukannya. Dalam berbagai riwayat dikisahkan bahwa ‘Aisyah seringkali memberikan harta atau makanan yang dimilikinya, seluruhnya, untuk orang-orang yang membutuhkan, bahkan sampai-sampai tak ada bahan makanan yang tersisa untuk disantap saat tiba waktu berbuka puasa. Namun, kisah-kisah itu kebanyakan berakhir dengan happy ending. Hikmahnya adalah, kita harus yakin bahwa Allah sangat mengasihi hamba-Nya yang bersifat lemah lembut dan menyayangi sesamanya.

Ada satu contoh bagus dalam hal ini. Belakangan ini di social media beredar tulisan tentang Mbah Asrori, kakek berusia 91 tahun yang hidup sebatang kara dan tidak memiliki penghasilan tetap. Dalam kondisi serba terbatas seperti itu si Mbah rutin menyedekahkan 70 bungkus nasi setiap Hari Jum’at bagi kaum dhuafa (tukang becak. pemulung, atau siapa pun yang membutuhkan), dengan mengayuh sepedanya. Mungkin tidak masuk akal bila kita pikirkan dengan hitung-hitungan matematis, apalagi begitu kita tahu bahwa si Mbah sudah menunaikan ibadah haji lima tahun yang lalu. Masya Allah.

Bila kita ingin meng-copy paste kedermawanan-kedermawanan mereka namun masih ragu untuk melakukannya sendiri, jangan khawatir. Saat ini telah banyak komunitas yang bergerak dalam bidang sosial, membantu menyalurkan bantuan bagi yang memerlukan. Saya sendiri saat ini bergabung dengan berbagai komunitas, baik sebagai anggota tetap maupun hanya pada saat event-event tertentu. Beberapa sayap kegiatan komunitas yang saya yakini memiliki visi yang sama dengan yang saya inginkan antara lain: JAWARA (Jaringan Wirausahawan dan Pengguna Dinar Dirham Nusantara) Berbagi (@jawaradinar), TDA (Tangan Di Atas) Peduli, GPMP (Gerakan Peduli Muslim Pedalaman), Sahabat Dakwah (@sahabatdakwahku), dan beberapa kelompok lagi yang berskala lebih kecil. Biasanya kegiatan-kegiatan yang dilakukan tidak hanya bersifat insidentil namun juga untuk jangka panjang dan bersifat pembinaan. Contohnya adalah kegiatan yang dilakukan oleh Sahabat Dakwah. Tidak hanya mendistribusikan mushaf Al Qur’an ke berbagai wilayah, namun para aktivisnya rutin mengunjungi dan memberikan kajian di lokasi-lokasi yang sebelumnya telah mendapatkan distribusi mushaf. Demikian juga dengan GPMP. Pada saat terjadi bencana alam di suatu wilayah, misalnya di Gunung Sinabung beberapa waktu yang lalu, para relawannya datang ke lokasi dan tinggal disana dalam jangka waktu lama untuk membantu pemulihan mental bagi para pengungsi. Selain itu GPMP juga memberikan perhatian khusus bagi wilayah-wilayah yang sulit dijangkau antara lain melalui pembagian buku-buku bacaan yang mendidik.

Lain lagi dengan yang dilakukan kawan-kawan dari TDA Peduli, khususnya di Bekasi. Selain sigap membantu para korban banjir di wilayah Bekasi, mereka juga aktif melakukan program recovery, diantaranya dengan membangun kembali rumah-rumah warga yang hanyut tersapu banjir. Tentu saja perlu dana yang tidak sedikit untuk itu. Namun dengan niat tulus dan semangat kebersamaan, nyatanya tak ada yang tak mungkin dilakukan. Tak beda jauh dengan saudara-saudaranya di komunitas lain, JAWARA Berbagi juga melakukan berbagai aksi tanggap bencana, bahkan di berbagai wilayah di Indonesia. Saat ini yang rutin dilakukan oleh beberapa anggota JAWARA adalah program ‘Berbagi Nasi’ yang dilaksanakan setiap hari Jum’at atau sesuai kemampuan. Kegiatan ini sangat mudah ditiru di wilayah kita masing-masing, yaitu dengan memberikan beberapa porsi makan pada hari-hari tertentu bagi orang-orang di sekitar kita yang layak dibantu, misalnya para pemulung, penjaga keamanan, penarik becak, dan sebagainya. Coba deh, dan rasakan kebahagiaan yang kita temukan selepas berbagi. Memang, bahagia itu sederhana, bukan?



TIDAK PERNAH BERGHIBAH. Ini penting sekali, kawan. Mari kita lihat teladan yang diberikan ‘Aisyah, tak pernah membicarakan keburukan orang lain. Beliau pernah disakiti hatinya sedemikian rupa oleh seseorang. Namun pada saat orang tersebut datang mengunjunginya, ‘Aisyah menerimanya dengan ramah dan tanpa dendam. Bahkan ketika ada yang mengumpat orang tersebut, ‘Aisyah justru melarangnya. Mulia sekali ya.

Lantas, bagaimana dengan kita? Seringkali kita tak menyadari, bahwa meskipun kita sudah berniat untuk tidak membuang waktu dengan membicarakan aib orang lain, namun topik-topik pembicaraan itu justru ‘dihidangkan’ dengan manisnya ke hadapan kita melalui berbagai media, televisi misalnya.

Kembali ke social media, baru saja saya membaca update status dari seorang tokoh agama yang follower-nya banyak. Dalam statusnya beliau menyinggung tentang dampak acara-acara televisi yang sangat tidak mendidik terutama bagi perkembangan anak-anak. Akhirnya beliau memutuskan untuk tidak memiliki pesawat televisi di rumahnya. Sebagai gantinya, anak-anak lebih banyak diberikan kegiatan membaca buku dan memiliki lebih banyak waktu berkualitas bersama ayah bundanya. Tentu saja semuanya kembali kepada kita masing-masing, karena langkah apapun yang kita pilih pasti akan ada dampaknya, positif atau negatif, besar atau kecil, dan tugas kita sebagai orang tua untuk menjaga anak-anak kita agar tidak terpapar dampak negatifnya, atau kalaupun harus, dampaknya dapat kita minimalkan.



KEBERANIAN DAN KETABAHAN. ‘Aisyah dikenal sebagai perempuan yang memiliki keberanian dan keteguhan pendirian yang luar biasa, sering turut serta dalam berbagai peperangan dan turun tangan memberikan bantuan.

Bagi kita, perempuan-perempuan yang hidup di masa kini, keberanian tidak selalu identik dengan kontak fisik atau terlibat dalam peperangan seperti yang diikuti ‘Aisyah. Dalam banyak hal diperlukan keberanian, ketegasan, dan ketegaran untuk menghadapinya. Seringkali kita dengar perempuan yang hak-haknya dipasung, misalnya dilarang mengenakan jilbab di tempat kerjanya. Tentu saja, bila masih ingin bekerja di tempat itu dia harus mengikuti aturan yang berlaku. Namun sesungguhnya bila kita mau berpikir dan mengambil hikmah lebih jauh dan yakin bahwa Allah sayang pada kita, justru dengan larangan itu bukan tidak mungkin akan terbuka kesempatan untuk berpindah ke tempat yang lebih baik atau bahkan membuka lapangan kerja sendiri yang memungkinkan para karyawannya untuk nyaman bekerja dan hak-haknya tertunaikan. Perlu keberanian untuk mengambil keputusan, tentu saja dengan pertimbangan yang matang. Kalau tidak dicoba, kita tak akan tahu ‘kan?

Saya sendiri pernah mengalaminya, pada saat mengambil keputusan untuk keluar dari comfort zone, pensiun dini dari perusahaan tempat saya telah lebih dari empat belas tahun bekerja. Banyak yang mempertanyakan, apakah saya berani melepaskan semua fasilitas dan kenyamanan yang telah saya nikmati selama ini dan menggantinya dengan ketidakpastian dan keterbatasan yang mungkin akan saya hadapi ‘diluar sana’? Sekarang, masa-masa gamang itu telah berlalu, dan Alhamdulillah semakin banyak limpahan kasih sayang dan karunia Allah yang saya rasakan sampai saat ini.



Masih banyak sifat-sifat istimewa yang pantas kita teladani dari seorang ‘Aisyah, dan tentu saja perlu ketekunan dan konsistensi untuk melaksanakannya. Namun jangan pernah menyerah dan putus asa bila rintangan menghadang, karena sesungguhnya bersama kesulitan selalu ada kemudahan.





- Bekasi, April 2014 -



Related Posts:




Tidak ada komentar:

Posting Komentar