Kita semua mungkin
pernah mendengar nama ‘Aisyah. Sangat umum dan lazim, bukan? Memang, saking
banyaknya kita mengenal orang yang bernama ‘Aisyah atau hanya dari mendengarkan
lagu, membaca buku, menonton televisi, bahkan dengan browsing di internet, mudah sekali kita menemukan nama ini. Lantas,
apa istimewanya sampai-sampai tulisan ini mengabadikannya menjadi judul? Ho ho
ho..., sabar kawan...
‘Aisyah yang ini memang sangat istimewa,
karena Beliau adalah Ummul Mu’minin.
Tulisan ini memang
terinspirasi dari kisah ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, salah satu istri Rasulullah
Shallallahu ‘Alayhi wa Sallam. Namun demikian tulisan ini juga tidak melulu
menceritakan sejarah kehidupan Beliau. Lebih kepada hal-hal positif yang sangat
dekat dalam kehidupan keseharian kita, terutama sebagai seorang perempuan. Apa
sajakah itu? Simak yuk...
SIFAT KEIBUAN, sifat
yang melekat pada kaum perempuan. Seiring dengan perjalanan kehidupannya, baik
dalam status sebagai ibu atau bukan, perempuan akan sangat dekat dengan
aktivitas mengasuh, mendidik, dan memberi pengajaran. ‘Aisyah memberikan
teladan sangat baik dalam hal ini, Beliau mengasuh anak-anak, terutama yang yatim, mengurus berbagai keperluannya, mendidik dan mengajar, bahkan menikahkan mereka.
Beberapa waktu yang
lalu saya menyaksikan sebuah tayangan televisi yang membahas tentang kehidupan
anak jalanan. Disitu ditampilkan seorang aktivis perlindungan anak yang sangat
terkenal, dan salah satu pernyataannya yang menarik adalah, “Mari kita ubah
paradigma kita bahwa anak jalanan adalah anak nakal, karena sesungguhnya mereka
adalah korban. Kita juga bisa berperan serta dalam ‘membebaskan’ mereka dari
jalanan. Caranya? Urus pendidikan mereka, dirikan sekolah, tidak harus formal, home schooling pun tak apa. Saya yakin,
bila kita semua bergerak bersama, tiap orang menanggung lima anak jalanan saja
misalnya, selesai sudah permasalahannya”. Woww!!
Sounds good ya, dan ternyata hal ini
sudah dicontohkan oleh ‘Aisyah pada masa itu.
Mulai terinspirasi?
Mari kita coba lakukan, mulai dari lingkungan terdekat kita seperti yang kami
mulai enam tahun yang lalu. Saat itu kami (saya dan suami) mengajak anak-anak
pemulung yang sering berkeliaran di kompleks perumahan kami untuk berkumpul di
rumah dan memberikan sedikit bekal pengetahuan tentang agama dan akhlak. Dan
kabar baiknya, kegiatan ini sekarang telah memiliki ijin operasional resmi
sebagai lembaga pendidikan informal diluar sekolah. Alhamdulillah.
DERMAWAN DAN LEMBUT
HATI. Bukan hal yang sulit, namun juga tidak mudah bila kita tidak membiasakan
diri untuk melakukannya. Dalam berbagai riwayat dikisahkan bahwa ‘Aisyah
seringkali memberikan harta atau makanan yang dimilikinya, seluruhnya, untuk
orang-orang yang membutuhkan, bahkan sampai-sampai tak ada bahan makanan yang tersisa
untuk disantap saat tiba waktu berbuka puasa. Namun, kisah-kisah itu kebanyakan
berakhir dengan happy ending.
Hikmahnya adalah, kita harus yakin bahwa Allah sangat mengasihi hamba-Nya yang
bersifat lemah lembut dan menyayangi sesamanya.
Ada satu contoh bagus
dalam hal ini. Belakangan ini di social
media beredar tulisan tentang Mbah Asrori, kakek berusia 91 tahun yang
hidup sebatang kara dan tidak memiliki penghasilan tetap. Dalam kondisi serba
terbatas seperti itu si Mbah rutin menyedekahkan 70 bungkus nasi setiap Hari
Jum’at bagi kaum dhuafa (tukang becak. pemulung, atau siapa pun yang
membutuhkan), dengan mengayuh sepedanya. Mungkin tidak masuk akal bila kita
pikirkan dengan hitung-hitungan matematis, apalagi begitu kita tahu bahwa si
Mbah sudah menunaikan ibadah haji lima tahun yang lalu. Masya Allah.
Bila kita ingin meng-copy paste
kedermawanan-kedermawanan mereka namun masih ragu untuk melakukannya sendiri,
jangan khawatir. Saat ini telah banyak komunitas yang bergerak dalam bidang
sosial, membantu menyalurkan bantuan bagi yang memerlukan. Saya sendiri saat
ini bergabung dengan berbagai komunitas, baik sebagai anggota tetap maupun
hanya pada saat event-event tertentu.
Beberapa sayap kegiatan komunitas yang saya yakini memiliki visi yang sama
dengan yang saya inginkan antara lain: JAWARA (Jaringan Wirausahawan dan
Pengguna Dinar Dirham Nusantara) Berbagi (@jawaradinar), TDA (Tangan Di Atas)
Peduli, GPMP (Gerakan Peduli Muslim Pedalaman), Sahabat Dakwah
(@sahabatdakwahku), dan beberapa kelompok lagi yang berskala lebih kecil.
Biasanya kegiatan-kegiatan yang dilakukan tidak hanya bersifat insidentil namun
juga untuk jangka panjang dan bersifat pembinaan. Contohnya adalah kegiatan
yang dilakukan oleh Sahabat Dakwah. Tidak hanya mendistribusikan mushaf Al
Qur’an ke berbagai wilayah, namun para aktivisnya rutin mengunjungi dan
memberikan kajian di lokasi-lokasi yang sebelumnya telah mendapatkan distribusi
mushaf. Demikian juga dengan GPMP. Pada saat terjadi bencana alam di suatu
wilayah, misalnya di Gunung Sinabung beberapa waktu yang lalu, para relawannya
datang ke lokasi dan tinggal disana dalam jangka waktu lama untuk membantu
pemulihan mental bagi para pengungsi. Selain itu GPMP juga memberikan perhatian
khusus bagi wilayah-wilayah yang sulit dijangkau antara lain melalui pembagian
buku-buku bacaan yang mendidik.
Lain lagi dengan yang
dilakukan kawan-kawan dari TDA Peduli, khususnya di Bekasi. Selain sigap
membantu para korban banjir di wilayah Bekasi, mereka juga aktif melakukan
program recovery, diantaranya dengan
membangun kembali rumah-rumah warga yang hanyut tersapu banjir. Tentu saja
perlu dana yang tidak sedikit untuk itu. Namun dengan niat tulus dan semangat
kebersamaan, nyatanya tak ada yang tak mungkin dilakukan. Tak beda jauh dengan
saudara-saudaranya di komunitas lain, JAWARA Berbagi juga melakukan berbagai
aksi tanggap bencana, bahkan di berbagai wilayah di Indonesia. Saat ini yang
rutin dilakukan oleh beberapa anggota JAWARA adalah program ‘Berbagi Nasi’ yang
dilaksanakan setiap hari Jum’at atau sesuai kemampuan. Kegiatan ini sangat
mudah ditiru di wilayah kita masing-masing, yaitu dengan memberikan beberapa
porsi makan pada hari-hari tertentu bagi orang-orang di sekitar kita yang layak
dibantu, misalnya para pemulung, penjaga keamanan, penarik becak, dan
sebagainya. Coba deh, dan rasakan
kebahagiaan yang kita temukan selepas berbagi. Memang, bahagia itu sederhana,
bukan?
TIDAK PERNAH BERGHIBAH.
Ini penting sekali, kawan. Mari kita lihat teladan yang diberikan ‘Aisyah, tak
pernah membicarakan keburukan orang lain. Beliau pernah disakiti hatinya
sedemikian rupa oleh seseorang. Namun pada saat orang tersebut datang
mengunjunginya, ‘Aisyah menerimanya dengan ramah dan tanpa dendam. Bahkan
ketika ada yang mengumpat orang tersebut, ‘Aisyah justru melarangnya. Mulia
sekali ya.
Lantas, bagaimana
dengan kita? Seringkali kita tak menyadari, bahwa meskipun kita sudah berniat
untuk tidak membuang waktu dengan membicarakan aib orang lain, namun
topik-topik pembicaraan itu justru ‘dihidangkan’ dengan manisnya ke hadapan
kita melalui berbagai media, televisi misalnya.
Kembali ke social media, baru saja saya membaca update status dari seorang tokoh agama
yang follower-nya banyak. Dalam
statusnya beliau menyinggung tentang dampak acara-acara televisi yang sangat
tidak mendidik terutama bagi perkembangan anak-anak. Akhirnya beliau memutuskan
untuk tidak memiliki pesawat televisi di rumahnya. Sebagai gantinya, anak-anak
lebih banyak diberikan kegiatan membaca buku dan memiliki lebih banyak waktu
berkualitas bersama ayah bundanya. Tentu saja semuanya kembali kepada kita
masing-masing, karena langkah apapun yang kita pilih pasti akan ada dampaknya,
positif atau negatif, besar atau kecil, dan tugas kita sebagai orang tua untuk
menjaga anak-anak kita agar tidak terpapar dampak negatifnya, atau kalaupun
harus, dampaknya dapat kita minimalkan.
KEBERANIAN DAN
KETABAHAN. ‘Aisyah dikenal sebagai perempuan yang memiliki keberanian dan
keteguhan pendirian yang luar biasa, sering turut serta dalam berbagai
peperangan dan turun tangan memberikan bantuan.
Bagi kita,
perempuan-perempuan yang hidup di masa kini, keberanian tidak selalu identik
dengan kontak fisik atau terlibat dalam peperangan seperti yang diikuti
‘Aisyah. Dalam banyak hal diperlukan keberanian, ketegasan, dan ketegaran untuk
menghadapinya. Seringkali kita dengar perempuan yang hak-haknya dipasung,
misalnya dilarang mengenakan jilbab di tempat kerjanya. Tentu saja, bila masih
ingin bekerja di tempat itu dia harus mengikuti aturan yang berlaku. Namun
sesungguhnya bila kita mau berpikir dan mengambil hikmah lebih jauh dan yakin
bahwa Allah sayang pada kita, justru dengan larangan itu bukan tidak mungkin
akan terbuka kesempatan untuk berpindah ke tempat yang lebih baik atau bahkan
membuka lapangan kerja sendiri yang memungkinkan para karyawannya untuk nyaman
bekerja dan hak-haknya tertunaikan. Perlu keberanian untuk mengambil keputusan,
tentu saja dengan pertimbangan yang matang. Kalau tidak dicoba, kita tak akan
tahu ‘kan?
Saya sendiri pernah
mengalaminya, pada saat mengambil keputusan untuk keluar dari comfort zone, pensiun dini dari
perusahaan tempat saya telah lebih dari empat belas tahun bekerja. Banyak yang
mempertanyakan, apakah saya berani melepaskan semua fasilitas dan kenyamanan
yang telah saya nikmati selama ini dan menggantinya dengan ketidakpastian dan
keterbatasan yang mungkin akan saya hadapi ‘diluar sana’? Sekarang, masa-masa
gamang itu telah berlalu, dan Alhamdulillah
semakin banyak limpahan kasih sayang dan karunia Allah yang saya rasakan sampai
saat ini.
Masih banyak
sifat-sifat istimewa yang pantas kita teladani dari seorang ‘Aisyah, dan tentu
saja perlu ketekunan dan konsistensi untuk melaksanakannya. Namun jangan pernah
menyerah dan putus asa bila rintangan menghadang, karena sesungguhnya bersama kesulitan
selalu ada kemudahan.
- Bekasi, April 2014 -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar