Sudah lama
juga blog ini belum bertambah isinya.
Sekitar tiga bulan-an ya?
Hmmmm….. more than enough time to share many stories.
Banyak catatan manis selama tiga bulan ini, baik itu bersama teman-teman Tangan Di Atas, JAWARA dan WAKALA, para penulis hebat, teman-teman almamater (ALSTE, SPEGA, FAST, TELKOM), adik-adik TPQ Al Insyiroh, berbagai komunitas sosial, dan banyak lagi yang lain, terutama bersama keluarga… *kedipkedip*.
Awalnya
memang terasa tidak mungkin, meskipun saya sudah mencanangkan niat untuk punya
karya yang “beda” dan tetap mendatangkan manfaat sebelum usia “kepala empat”
(bukankah sebaik-baik manusia itu adalah yang bermanfaat bagi orang lain,
teman?).
Sekitar tiga bulan-an ya?
Hmmmm….. more than enough time to share many stories.
Banyak catatan manis selama tiga bulan ini, baik itu bersama teman-teman Tangan Di Atas, JAWARA dan WAKALA, para penulis hebat, teman-teman almamater (ALSTE, SPEGA, FAST, TELKOM), adik-adik TPQ Al Insyiroh, berbagai komunitas sosial, dan banyak lagi yang lain, terutama bersama keluarga… *kedipkedip*.
Salah satu
pencapaian yang cukup luar biasa bagi saya adalah terbitnya buku pertama saya,
“EdelweissTerakhir” di Bulan
Maret 2012.
Dan Alhamdulillah, ternyata Allah meridhoi niat ini.
Beluuuummmm!!
Prosesnya masih saaaangaaaatttt panjaanggg, teman-teman.
Dimulai dari
Workshop Kepenulisan yang diadakan oleh 'Best Practice', dilanjutkan dengan membuat
komitmen untuk menerbitkan buku, dan mulailah proses menulis itu.
Sebagai pemula, belum banyak hal yang bisa saya tuangkan menjadi sebuah buku yang layak dibaca. Dan berdasarkan ilmu dan referensi yang saya peroleh, ternyata ide yang paling mudah ditulis adalah apa yang sudah ada di dalam diri/benak kita.
Begitulah, proses eksplorasi ide mulai dilakukan, dan terpilihlah salah satu episode dalam kehidupan saya menjadi sumber tulisan: pengalaman berpetualang bersama teman-teman pencinta alam.
Sounds good yah?
Sebagai pemula, belum banyak hal yang bisa saya tuangkan menjadi sebuah buku yang layak dibaca. Dan berdasarkan ilmu dan referensi yang saya peroleh, ternyata ide yang paling mudah ditulis adalah apa yang sudah ada di dalam diri/benak kita.
Begitulah, proses eksplorasi ide mulai dilakukan, dan terpilihlah salah satu episode dalam kehidupan saya menjadi sumber tulisan: pengalaman berpetualang bersama teman-teman pencinta alam.
Sounds good yah?
Selama
duapuluh delapan hari huruf per huruf disusun menjadi kata, kalimat, paragraf,
bab, dan jadilah draft pertama buku “EdelweissTerakhir“.
Selesai?Beluuuummmm!!
Prosesnya masih saaaangaaaatttt panjaanggg, teman-teman.
Setelah
draft pertama selesai, masih harus melalui berkali-kali proses editing.
Kemudian proses penulisan sinopsis, desain cover dan lay out yang–tentu saja–perlu revisi berkali-kali.
Setelah itu dilakukan pendaftaran ke Perpustakaan Nasional untuk memperoleh nomor ISBN (itu lho, nomor dan barcode yang biasa ada di cover belakang buku, biasanya dicantumkan di sebelah kanan bawah).
Setelah lengkap, barulah proses naik cetak dimulai.
Kemudian proses penulisan sinopsis, desain cover dan lay out yang–tentu saja–perlu revisi berkali-kali.
Setelah itu dilakukan pendaftaran ke Perpustakaan Nasional untuk memperoleh nomor ISBN (itu lho, nomor dan barcode yang biasa ada di cover belakang buku, biasanya dicantumkan di sebelah kanan bawah).
Setelah lengkap, barulah proses naik cetak dimulai.
Bagaimana
dengan urusan promosi dan distribusi?
That’s another process that also requires a lot of energy .
That’s another process that also requires a lot of energy .
Tetapi
dengan bantuan berbagai pihak, Alhamdulillah berbagai tahapan itu dapat dilalui
dan akhirnya “EdelweissTerakhir” sudah bisa
Anda dapatkan di toko-toko buku terdekat di kota Anda. *PromoMode:On*
Lantas,
bagaimana tanggapan pembaca?
Tentu saja, ada (banyak) yang pro dan ada juga yang kontra.
Beberapa teman yang berusaha jujur (setelah dipaksa-paksa, plus diancam. Hahaha… ) memberikan masukan yang–awalnya–terasa sangat “menohok”.
Tapi setelah direnungkan, dihayati, dipikir-pikir ulang, ternyata masukannya itu memang tepat loh!
Sebagian testimoni pembaca ada di FB-nya Edelweiss Terakhir, silakan diintip.
Tentu saja, ada (banyak) yang pro dan ada juga yang kontra.
Beberapa teman yang berusaha jujur (setelah dipaksa-paksa, plus diancam. Hahaha… ) memberikan masukan yang–awalnya–terasa sangat “menohok”.
Tapi setelah direnungkan, dihayati, dipikir-pikir ulang, ternyata masukannya itu memang tepat loh!
Sebagian testimoni pembaca ada di FB-nya Edelweiss Terakhir, silakan diintip.
Oya, pada
saat berbagai testimoni itu datang bertubi-tubi, saat itu pula muncul berbagai
rasa yang menyeruak, kadang bangga, kadang sedih, merasa bodoh, dan aneka rasa
lainnya.
Memang, hati manusia itu begitu mudahnya dibolak-balik oleh Sang Pemilik ya .
Tapi tentu saja kita harus belajar mengendalikannya, bukan? Jangan sampai kita menjadi takabur ataupun justru terpuruk oleh kondisi itu.
Memang, hati manusia itu begitu mudahnya dibolak-balik oleh Sang Pemilik ya .
Tapi tentu saja kita harus belajar mengendalikannya, bukan? Jangan sampai kita menjadi takabur ataupun justru terpuruk oleh kondisi itu.
Pernah
dengar cerita tentang seorang tukang emas yang diminta membuatkan cincin oleh
seorang raja? Si tukang emas diminta menuliskan sesuatu yang bermanfaat untuk
sang raja di dalam cincin itu.
Setelah melalui pemikiran yang panjang, akhirnya dia menuliskan kalimat pendek: “this too, will pass“.
Setelah melalui pemikiran yang panjang, akhirnya dia menuliskan kalimat pendek: “this too, will pass“.
Ya, semua
yang kita alami saat ini akan berlalu.
Kegembiraan, kesedihan, keberhasilan, kegagalan, kesombongan, keputusasaan, tidak ada yang abadi. Semuanya akan berlalu.
Tugas kita hanyalah menjalani dengan sebaik-baiknya agar apapun yang terjadi itu memberikan manfaat yang banyak terutama bagi orang lain.
Kegembiraan, kesedihan, keberhasilan, kegagalan, kesombongan, keputusasaan, tidak ada yang abadi. Semuanya akan berlalu.
Tugas kita hanyalah menjalani dengan sebaik-baiknya agar apapun yang terjadi itu memberikan manfaat yang banyak terutama bagi orang lain.
Demikian
juga, apapun yang kita miliki saat ini pun akan berlalu: harta, kekayaan,
kepandaian, dan semua hal yang kita labeli dengan “AKU” pun tidak akan
selamanya menjadi milik kita, karena pada hakikatnya memang bukan kita
pemiliknya.
Kita hanyalah peminjam, dan sudah menjadi kewajiban seorang peminjam untuk mengembalikan apapun yang dipinjamnya, sebelum waktu kita habis.
Kita hanyalah peminjam, dan sudah menjadi kewajiban seorang peminjam untuk mengembalikan apapun yang dipinjamnya, sebelum waktu kita habis.
Dari
situlah, sebagai salah satu upaya untuk mengembalikan “pinjaman” itu, sebagian
dari hasil penjualan buku “Edelweiss Terakhir” ini didedikasikan untuk membantu
saudara-saudara kita yang kurang beruntung. Dan Alhamdulillah, setelah mengetahui hal ini ternyata banyak pembaca yang
memberikan pembayaran jauh melebihi harga buku sebenarnya, sehingga jumlah yang
bisa didonasikan pun semakin bertambah.
Demikianlah
sahabat, secuil catatan dari karya pertama yang masih jauh dari sempurna ini.
Terimakasih banyak sudah mendukung buku “Edelweiss Terakhir“, baik melalui pujian, kritikan (untuk mengkritik pun perlu effort membaca lebih dulu kan? hehehe… *AndIAppreciateIt*), saran, donasi, do’a, dan berbagai dukungan teknis lainnya.
Terimakasih pula sudah memberikan saya kesempatan untuk lebih banyak lagi berbagi manfaat.
Doakan saya tetap istiqomah yaa…
Terimakasih banyak sudah mendukung buku “Edelweiss Terakhir“, baik melalui pujian, kritikan (untuk mengkritik pun perlu effort membaca lebih dulu kan? hehehe… *AndIAppreciateIt*), saran, donasi, do’a, dan berbagai dukungan teknis lainnya.
Terimakasih pula sudah memberikan saya kesempatan untuk lebih banyak lagi berbagi manfaat.
Doakan saya tetap istiqomah yaa…
“Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi rendah nilai dirimu.
Jadilah saja dirimu sebaik-baik dirimu sendiri”.
(Quote: “Edelweiss Terakhir” – hal. 18)
Dan, jangan
lupa…. “this too, will pass“.
Bekasi, 19
Mei 2012 / 27 Jumadal Akhirah 1433 H.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar