Kata orang, banyak tempat di negeri ini yang instagramable alias terlihat indah saat di-upload di instagram.
Tapi ternyata bukan hanya 'katamya' lho, kenyataannya memang demikian :).
Kami sudah membuktikannya, bahwa meskipun bukan di tempat wisata, namun hampir di setiap titik di manapun kita melangkah dan berada keindahan itu bertebaran di segala penjurunya.
Ini cerita kami ...
Alhamdulillah, selama Bulan Ramadhan dan Idul Fitri 1437 H kemarin Allah beri kami kesempatan untuk mudik ke Semarang sebanyak tiga kali dengan moda transportasi yang berbeda-beda.
Pada awal Bulan Ramadhan kami pulang menggunakan kendaraan pribadi.
Saat itu belum musim mudik, dan ruas jalan tol Cipali (Cikopo - Palimanan), Palikanci (Palimanan - Kanci) hingga Pejagan sampai ke Semarang terlalui dengan lancar jaya.
Oh ya, akses tol 'BREXIT' (Brebes Timur) yang fenomenal pun belum diresmikan saat itu (kalau tidak salah baru akan diresmikan pekan depannya, dan sudah santer tersiar prediksi bahwa akses tol ini akan menjadi titik kemacetan paling parah pada musim mudik Lebaran nanti).
* Note: prediksi ini terbukti dan menjadi pengalaman mudik terhoror sepanjang sejarah bagi sebagian besar pemudik. Turut prihatin dan berduka bagi saudara-saudara yang mengalami dan menjadi korban (wafat) dalam kemacetan parah ini.
Di Semarang, kota tercinta yang menyimpan banyak kenangan indah masa kanak-kanak dan remaja, saya sempat bereuni kecil dengan beberapa kawan semasa SMP dan SMA.
Ber-haha-hihi dan berbincang akrab tentang berbagai hal, semakin tersadar pula bahwa kami pun telah semakin menua. Aih ...
Saat senja menjelang, suasana keredupannya pun terekam indah dari balik jendela kamar.
Semarang memiliki satu ikon yang relatif baru, yaitu Masjid Agung Jawa Tengah.
Kami sempat melaksanakan sholat maghrib, isya, dan tarawih di masjid ini.
Semburat senja menyambut kedatangan kami di sana.
Indah sekali ...
Hingga malam menjelang pun masjid ini tetap terlihat indah dari berbagai sudutnya.
Sayang, kami tak berkesempatan naik ke menaranya karena selama Bulan Ramadhan menara hanya dibuka sampai sebelum waktu maghrib. Padahal view dari atas menara sepertinya sangat menakjubkan.
Semoga ada kesempatan lain untuk kembali menjelajah.
Saat kembali ke Bekasi pun keindahan tak lepas menemani kami.
Selepas beristirahat dan makan sahur di salah satu rest area jalan tol Cipali, matahari terbit mengiringi perjalanan kami, membias indah di kaca spion, membangkitkan semangat di pagi bulan Ramadhan itu.
Pada kesempatan mudik kedua yang sebenarnya tidak direncanakan sebelumnya (alias mendadak) saya berangkat melalui jalur udara.
Maskapai Citilink menjadi pilihan karena harga tiketnya masih masuk akal untuk tiket yang di-hunting pada waktu H-1 sebelum keberangkatan.
Sempat shock juga melihat antrian check in yang sangat mengular di Bandara Soekarno-Hatta, mirip dengan antrian maskapai 'sejuta umat' itu (maskapai ini sudah saya coret dari daftar penerbangan karena pernah membuat saya terkatung-katung di bandara selama 9 jam!).
Biasanya penerbangan Citilink dari Bandara Halim Perdanakusuma (HLP) tidak sepanjang itu antriannya :(
Ini menjadi catatan tersendiri bagi saya, next time bila ingin naik Citilink sebaiknya kita pilih penerbangan yang berangkat dari HLP saja.
Kekecewaan saat menunggu antrian cukup terobati ketika terbang di atas laut Jawa dan disuguhi pemandangan cantik deretan gunung dan pegunungan menjelang landing di Semarang. Mungkin itu adalah gunung-gunung Sindoro-Sumbing, Merapi-Merbabu, Ungaran, atau yang lainnya. Very beautiful!
Untuk penerbangan pulang yang saya tempuh pada hari yang sama dengan keberangkatan saya memilih maskapai dengan full board services, Garuda Indonesia, dengan pertimbangan kenyamanan agar tidak terlalu lelah.
Alasan lain adalah karena saya terbang menggunakan tiket gratis (hanya membayar tax saja) yang diperoleh dari penukaran point Garuda Miles (salah satu fasilitas untuk pemilik kartu GFF/Garuda Frequent Flyer).
Karena saat itu belum tiba waktu berbuka puasa, pada saat membagikan makanan pramugari selalu menanyakan kepada setiap penumpang apakah sedang berpuasa atau tidak.
Dan snack box pun dikemas dalam kemasan edisi spesial Ramadhan yang terkesan sangat exclusive dan nggak malu-maluin untuk dibawa pulang sebagai buah tangan :).
Alhamdulillah.
* Note: bagi teman-teman yang suka traveling, memiliki kartu GFF ini sangat worth it karena bila poin Garuda Miles-nya sudah mencapai jumlah tertentu selain bisa ditukar dengan tiket gratis juga bisa ditukar dengan aneka merchandise/gift. Pemilik kartu juga bisa mendapatkan tiket masuk gratis untuk event-event tertentu (misalnya: Garuda Travel Fair).
Mudik ketiga adalah mudik yang beneran, karena ini adalah mudik Lebaran.
Belajar dari pengalaman tahun lalu dimana masih terjadi euforia pembukaan ruas tol Cipali sehingga semua orang ingin melewatinya dan berakibat kemacetan parah, kami tidak ingin mengulanginya lagi.
Waktu itu kami harus melaksanakan sholat Ied di Brebes, masih jauh dari tempat tujuan pulang (ke Jogja) karena efek macet parah di mana-mana.
Hikmahnya, sholat Ied dan silaturahim di kampung orang ternyata memberikan suasana yang berbeda. Penduduknya sangat ramah dan baik-baik.
Kami diizinkan menumpang mandi di salah satu rumah penduduk, bahkan ditawari untuk menikmati hidangan Lebaran yang sudah tersaji (ketupat, opor, dan kawan-kawannya). Salam-salaman seusai sholat pun berlangsung sangat akrab, meskipun kami adalah 'orang tak dikenal' di sana ...
Indahnya silaturahim :)
Tahun ini, kami mudik menggunakan jasa kereta api (KA).
Hunting tiket sudah dilakukan sejak tiga bulan sebelum hari H, dengan begadang di depan komputer dan gadget. Seru banget!
KA Argo Anggrek menjadi pilihan untuk keberangkatan, sedangkan KA Argo Muria kami pilih untuk kepulangan.
Dua-duanya sama enaknya, fasilitasnya bagus, perjalanan cepat (hanya 5,5 jam saja untuk jarak Jakarta - Semarang), sangat on time, pas sampai ke menit-menitnya.
Salut untuk PT KAI!
Kembali ke Semarang, kami masih sempat melaksanakan i'tikaf di malam-malam terakhir Ramadhan.
Kali ini Masjid Baiturrahman di Simpang Lima menjadi pilihan.
Masjid yang diresmikan tahun 1974 oleh mantan Presiden Soeharto itu dulu pernah menjadi ikon sebelum adanya Masjid Agung Jawa Tengah.
Sampai saat ini masjid tetap berdiri megah di pusat kota Semarang sementara gedung-gedung tua di sekitarnya (yang dulu mengelilingi lapangan Simpang Lima) sudah berubah menjadi hotel dan pusat pertokoan. So sad :(
Dulu, semasa SMP, saya dan kawan-kawan suka sekali mengikuti sholat Jum'at di masjid ini (di sini perempuan juga ikut melaksanakan sholat Jum'at).
Selain karena sekolah kami (SMP 3 Semarang) terletak tidak jauh dari sana, juga karena banyak taruna Akpol (Akademi Kepolisian) yang berbondong-bondong melaksanakan sholat Jum'at.
Ha ha ha ... dasar abegeh :D
Seperti biasa, kamera kami hampir tidak pernah melewatkan view yang indah, di manapun ia terlihat.
Meskipun hanya dari balik jendela, keindahan matahari terbit di atas langit Semarang masih sempat tertangkap oleh kamera ponsel.
Karena padatnya acara silaturahim selama libur Lebaran, kami memang tak sempat berkunjung ke obyek-obyek wisata.
Tapi jangan khawatir, pemandangan indah itu selalu ada di mana-mana.
Selama perjalanan pulang, jalur kereta api kami sempat menyusuri tepi laut selama beberapa waktu, tepatnya di sepanjang jalur antara Batang - Pekalongan.
Saat itu senja menjelang. Syahdu sekali ^_^
Tapi tunggu dulu ...
Lihatlah bangunan ini dengan sudut pandang yang lain, dilatarbelakangi langit dan cahaya senja yang membias kekuningan.
Kayak di luar negeri nggak sih? :)
* Jadi ingat film 'Little House on the Prairie' (halah ... jadul banget yak ...)
Tapi ternyata bukan hanya 'katamya' lho, kenyataannya memang demikian :).
Kami sudah membuktikannya, bahwa meskipun bukan di tempat wisata, namun hampir di setiap titik di manapun kita melangkah dan berada keindahan itu bertebaran di segala penjurunya.
Ini cerita kami ...
Instagram @endah_widowati |
Alhamdulillah, selama Bulan Ramadhan dan Idul Fitri 1437 H kemarin Allah beri kami kesempatan untuk mudik ke Semarang sebanyak tiga kali dengan moda transportasi yang berbeda-beda.
Pada awal Bulan Ramadhan kami pulang menggunakan kendaraan pribadi.
Saat itu belum musim mudik, dan ruas jalan tol Cipali (Cikopo - Palimanan), Palikanci (Palimanan - Kanci) hingga Pejagan sampai ke Semarang terlalui dengan lancar jaya.
Oh ya, akses tol 'BREXIT' (Brebes Timur) yang fenomenal pun belum diresmikan saat itu (kalau tidak salah baru akan diresmikan pekan depannya, dan sudah santer tersiar prediksi bahwa akses tol ini akan menjadi titik kemacetan paling parah pada musim mudik Lebaran nanti).
* Note: prediksi ini terbukti dan menjadi pengalaman mudik terhoror sepanjang sejarah bagi sebagian besar pemudik. Turut prihatin dan berduka bagi saudara-saudara yang mengalami dan menjadi korban (wafat) dalam kemacetan parah ini.
Sunset di Jl. Pandanaran, Semarang |
Ber-haha-hihi dan berbincang akrab tentang berbagai hal, semakin tersadar pula bahwa kami pun telah semakin menua. Aih ...
Jelang senja di Semarang |
Senja di Masjid Agung Jawa Tengah |
Kami sempat melaksanakan sholat maghrib, isya, dan tarawih di masjid ini.
Semburat senja menyambut kedatangan kami di sana.
Indah sekali ...
Masjid Agung Jawa Tengah, selepas sholat tarawih |
Sayang, kami tak berkesempatan naik ke menaranya karena selama Bulan Ramadhan menara hanya dibuka sampai sebelum waktu maghrib. Padahal view dari atas menara sepertinya sangat menakjubkan.
Semoga ada kesempatan lain untuk kembali menjelajah.
Sunrise di Tol CIpali |
Selepas beristirahat dan makan sahur di salah satu rest area jalan tol Cipali, matahari terbit mengiringi perjalanan kami, membias indah di kaca spion, membangkitkan semangat di pagi bulan Ramadhan itu.
Pada kesempatan mudik kedua yang sebenarnya tidak direncanakan sebelumnya (alias mendadak) saya berangkat melalui jalur udara.
Maskapai Citilink menjadi pilihan karena harga tiketnya masih masuk akal untuk tiket yang di-hunting pada waktu H-1 sebelum keberangkatan.
Sempat shock juga melihat antrian check in yang sangat mengular di Bandara Soekarno-Hatta, mirip dengan antrian maskapai 'sejuta umat' itu (maskapai ini sudah saya coret dari daftar penerbangan karena pernah membuat saya terkatung-katung di bandara selama 9 jam!).
Biasanya penerbangan Citilink dari Bandara Halim Perdanakusuma (HLP) tidak sepanjang itu antriannya :(
Ini menjadi catatan tersendiri bagi saya, next time bila ingin naik Citilink sebaiknya kita pilih penerbangan yang berangkat dari HLP saja.
Kekecewaan saat menunggu antrian cukup terobati ketika terbang di atas laut Jawa dan disuguhi pemandangan cantik deretan gunung dan pegunungan menjelang landing di Semarang. Mungkin itu adalah gunung-gunung Sindoro-Sumbing, Merapi-Merbabu, Ungaran, atau yang lainnya. Very beautiful!
Untuk penerbangan pulang yang saya tempuh pada hari yang sama dengan keberangkatan saya memilih maskapai dengan full board services, Garuda Indonesia, dengan pertimbangan kenyamanan agar tidak terlalu lelah.
Alasan lain adalah karena saya terbang menggunakan tiket gratis (hanya membayar tax saja) yang diperoleh dari penukaran point Garuda Miles (salah satu fasilitas untuk pemilik kartu GFF/Garuda Frequent Flyer).
Karena saat itu belum tiba waktu berbuka puasa, pada saat membagikan makanan pramugari selalu menanyakan kepada setiap penumpang apakah sedang berpuasa atau tidak.
Dan snack box pun dikemas dalam kemasan edisi spesial Ramadhan yang terkesan sangat exclusive dan nggak malu-maluin untuk dibawa pulang sebagai buah tangan :).
Alhamdulillah.
* Note: bagi teman-teman yang suka traveling, memiliki kartu GFF ini sangat worth it karena bila poin Garuda Miles-nya sudah mencapai jumlah tertentu selain bisa ditukar dengan tiket gratis juga bisa ditukar dengan aneka merchandise/gift. Pemilik kartu juga bisa mendapatkan tiket masuk gratis untuk event-event tertentu (misalnya: Garuda Travel Fair).
Mudik ketiga adalah mudik yang beneran, karena ini adalah mudik Lebaran.
Belajar dari pengalaman tahun lalu dimana masih terjadi euforia pembukaan ruas tol Cipali sehingga semua orang ingin melewatinya dan berakibat kemacetan parah, kami tidak ingin mengulanginya lagi.
Waktu itu kami harus melaksanakan sholat Ied di Brebes, masih jauh dari tempat tujuan pulang (ke Jogja) karena efek macet parah di mana-mana.
Hikmahnya, sholat Ied dan silaturahim di kampung orang ternyata memberikan suasana yang berbeda. Penduduknya sangat ramah dan baik-baik.
Kami diizinkan menumpang mandi di salah satu rumah penduduk, bahkan ditawari untuk menikmati hidangan Lebaran yang sudah tersaji (ketupat, opor, dan kawan-kawannya). Salam-salaman seusai sholat pun berlangsung sangat akrab, meskipun kami adalah 'orang tak dikenal' di sana ...
Indahnya silaturahim :)
Di Stasiun Gambir (ini bukan kereta yang kami naiki lho :D) |
Hunting tiket sudah dilakukan sejak tiga bulan sebelum hari H, dengan begadang di depan komputer dan gadget. Seru banget!
KA Argo Anggrek menjadi pilihan untuk keberangkatan, sedangkan KA Argo Muria kami pilih untuk kepulangan.
Dua-duanya sama enaknya, fasilitasnya bagus, perjalanan cepat (hanya 5,5 jam saja untuk jarak Jakarta - Semarang), sangat on time, pas sampai ke menit-menitnya.
Salut untuk PT KAI!
Masjid Baiturrahman Semarang |
Kali ini Masjid Baiturrahman di Simpang Lima menjadi pilihan.
Masjid yang diresmikan tahun 1974 oleh mantan Presiden Soeharto itu dulu pernah menjadi ikon sebelum adanya Masjid Agung Jawa Tengah.
Sampai saat ini masjid tetap berdiri megah di pusat kota Semarang sementara gedung-gedung tua di sekitarnya (yang dulu mengelilingi lapangan Simpang Lima) sudah berubah menjadi hotel dan pusat pertokoan. So sad :(
Menara Masjid Baiturrahman. Warna lampunya bisa berubah-ubah. Keren! |
Selain karena sekolah kami (SMP 3 Semarang) terletak tidak jauh dari sana, juga karena banyak taruna Akpol (Akademi Kepolisian) yang berbondong-bondong melaksanakan sholat Jum'at.
Ha ha ha ... dasar abegeh :D
Sunrise dari jendela kamar |
Meskipun hanya dari balik jendela, keindahan matahari terbit di atas langit Semarang masih sempat tertangkap oleh kamera ponsel.
Pemandangan laut dari atas KA Argo Muria |
Tapi jangan khawatir, pemandangan indah itu selalu ada di mana-mana.
Fabiayyi 'Aalaa'i Rabbikumaa Tukadzdzibaan
"Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?"
Selama perjalanan pulang, jalur kereta api kami sempat menyusuri tepi laut selama beberapa waktu, tepatnya di sepanjang jalur antara Batang - Pekalongan.
Saat itu senja menjelang. Syahdu sekali ^_^
Sang mentari hendak kembali ke peraduan |
Cahayanya membias indah |
Sampai di Stasiun Pekalongan kereta berhenti untuk menaikturunkan penumpang.
Ada satu bangunan yang menarik perhatian kami.
Mungkin itu adalah bangunan depo yang entah masih digunakan atau tidak.
Kalau melihat bentuk fisiknya mungkin bangunan itu sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda dulu.
Terkesan sedikit angker dan misterius :)
Lihatlah bangunan ini dengan sudut pandang yang lain, dilatarbelakangi langit dan cahaya senja yang membias kekuningan.
Kayak di luar negeri nggak sih? :)
* Jadi ingat film 'Little House on the Prairie' (halah ... jadul banget yak ...)
Sayup-sayup terdengar suara teh Ocha mengiringi video 'Pesona Indonesia' yang diputar berulang kali dengan berbagai versinya di gerbong kami;
Buka mata, rasakanlah
Kehangatan, senyuman, cinta dan persahabatan
Mari bergenggam tangan
Beragam budaya
Begitu mengagumkan
Keelokan alamnya
Oh sungguh mempesona
Indahnya negriku ...
Kucinta ...
Aku terpana ...
PESONA INDONESIA ...
***
Taqabbalallahu minna wa minkum
Shiyamana wa shiyamakum
Selamat Idul Fitri 1437 H
Mohon dimaafkan segala kesalahan :)
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar