Rabu, 11 Oktober 2017

Adab di Dalam Perjalanan (As-Safar) - 1

Saat ini melakukan perjalanan adalah hal yang tak jarang kita lakukan, baik untuk menyelesaikan urusan agama maupun dunia.
Sebagai seorang muslim sudah sepantasnya kita memperhatikan adab-adab dan sunnah dalam bersafar yang dianjurkan dalam Islam.
Beberapa diantaranya adalah:



  • Niat yang baik
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
"Setiap amal bergantung pada niatnya dan tiap-tiap orang mendapatkan balasan sesuai dengan apa yang diniatkan ..."
Safar adalah salah satu amal (shalih) maka wajib untuk menghadirkan niat yang baik, agar setiap muslim mendapatkan balasan pahala dari segala kesulitan dan biaya yang dikeluarkan.
Niat yang baik akan mencegah seorang hamba yang sedang safar terjerumus ke  dalam perkara yang dibenci  Allah dan dimurkai-Nya. Juga agar dituliskan pahala baginya sebagaimana yang dituliskannya sebelum bersafar, walaupun ia terluput dari beberapa amal shalih di dalam safar.

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
"Jika seorang hamba sakit atau bersafar, maka akan dituliskan baginya seperti apa yang diamalkannya ketika ia bermukim dan sehat." (HR. Al-Bukhari [2996] dari hadits Abu Musa al-Asy'ari).
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam berkata kepada Sa'ad:
"... Tidaklah engkau mengeluarkan suatu nafkah yang engkau harapkan dengannya wajah Allah, melainkan engkau akan diberikan balasan atasnya ..." (HR. Al-Bukhari [1295] dan Muslim [1627] dari hadits Sa'ad bin Abi Waqash).
  • Tidak bersafar untuk bermaksiat kepada Allah
Dilarang bersafar dengan tujuan bermaksiat, seperti orang yang bersafar ke negeri yang di dalamnya terdapat kejahatan dan kekejian nyata yang tidak tercegah. Di tempat itu ia bisa berbuat apa yang diharamkan Allah, jauh dari pandangan manusia yang mengawasi.
Misalnya bersafar ke negeri kafir tanpa ada kebutuhan darurat, bersafar ke negeri Islam untuk lari dari kewajiban jihad yang diwajibkan atas dirinya, bersafar untuk tujuan-tujuan lain diantaranya bersafar ke beberapa negeri untuk membeli barang yang diharamkan (misalnya narkoba) lalu dijual di tempat lain.
Semuanya termasuk perkara yang diharamkan Allah.
Siapa saja musafir yang keluar untuk tujuan tersebut, ia tidak akan mendapat pahala dari nafkah dan jerih payahnya. Bahkan semakin besar jerih payah dan biaya yang dikeluarkan maka semakin bertambah pula dosanya.
Dalam hal ini, sejumlah ahli ilmu berpendapat bahwa dalam kondisi demikian dia tidak diberi keringanan untuk berbuka dan meng-qashar shalat serta hal-hal lain yang diperbolehkan bagi seorang musafir.
Wallahu a'lam.

  • Melakukan istikharah
Istikharah adalah sunnah yang paling agung dan adab Islami yang sangat tinggi.
Islam telah menganjurkan pengikutnya untuk mengikuti adab ini, yaitu meminta petunjuk kepada Rabbnya  dalam setiap perkara mubah yang dilakukannya.
Adab ini juga dipandang sebagai bentuk 'ubudiyyah karena di dalamnya terkandung penyerahan ilmu kepada Allah dan berpegang teguh dengan kehendak-Nya.
Juga terdapat pengakuan seorang hamba bahwa tidak ada yang mengetahui suatu kebaikan dan akibat dari suatu urusan kecuali Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Di dalamnya pula terdapat suatu bentuk peribadatan, tauhid, dan berpegang teguh kepada Allah.
Sebagaimana juga adab ini dapat menjaga seorang manusia dari terjatuh ke dalam perkara maksiat dengan melakukan safar yang diharamkan, karena tidak mungkin menghadirkan niat yang baik padanya.

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
"Apabila seorang diantara kamu berhasrat melakukan suatu perkara, hendaknya ia mengerjakan shalat dua rakaat di luar shalat fardhu. Kemudian bacalah doa ini: 'Ya Allah, sesungguhnya aku memohon pilihan yang tepat kepada-Mu dengan ilmu-Mu, aku memohon kekuatan kepada-Mu dengan kemahakuasaan-Mu, aku memohon karunia-Mu yang besar. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa sementara aku tidak kuasa. Engkau Maha Mengetahui, sedang aku tidak mengetahui, dan Engkaulah Yang Maha Mengetahui perkara ghaib. Ya Allah, apabila Engkau mengetahui bahwa perkara ini -silakan ia sebutkan kepentingannya- baik bagiku, bagi agamaku, bagi hidupku, dan baik akibatnya terhadap diriku, (atau ia katakan: baik bagiku di dunia maupun akhirat), maka tetapkanlah dan mudahkanlah urusan itu bagiku. Namun, jika Engkau tahu bahwa perjara ini buruk bagiku, bagi agamaku, bagi hidupku, dan buruk akibatnya terhadap diriku, (atau ia katakan: buruk bagiku di dunia maupun di akhirat), makajauhkanlah perkara ini dariku dan jauhkan diriku darinya. Tetapkanlah kebaikan untukku apa pun adanya, kemudian jadikanlah diriku ridha kepadanya'." 


***

Sumber:
'Ensiklopedi Adab Islam Menurut al-Qur'an dan as-Sunnah - Jilid 2', 'Abdul 'Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada, Pustaka Imam Asy-Syafi'i, Jakarta, Januari 2013 M.


#ODOPOKT8
#BloggerMuslimahIndonesia





Related Posts:




Tidak ada komentar:

Posting Komentar