Senin, 23 Oktober 2017

Adab di Dalam Perjalanan (As-Safar) - 10

Tulisan ini adalah lanjutan dari tulisan sebelumnya: 'Adab di Dalam Perjalanan (As-Safar) - 9' yang membahas tentang beristirahat di tengah perjalanan (safar).
Berikut ini akan diuraikan mengenai keutamaan bersafar pada malam hari.



  • Menjadikan waktu safar banyak dilakukan pada malam hari
Jika memungkinkan dan seseorang bisa mengendalikan alat transportasi yang dikendarai tanpa menimbulkan mudharat baginya, maka bersafar pada malam hari adalah baik.
Namun apabila ada mudharat dan kesulitan, misalnya lemah pandangan sehingga tidak mampu menyetir pada malam hari atau terikat safar dalam alat transportasi umum sehingga tidak mampu meninggalkannya, maka janganlah menyusahkan diri sendiri.
Sebaiknya, jika safar itu memungkinkan baginya, maka sesungguhnya safar pada malam hari itu lebih ringan daripada siang hari.

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pun menganjurkannya:
"Hendaklah kalian memilih safar pada malam hari karena bumi akan dilipat pada malam hari." (HR. Abu Dawud [2571], al-Hakim [II/114], dan al-Baihaqi [V/256] dari Anas. Dikeluarkan juga oleh al-Hakim [I/445] dan disahihkannya serta disetujui oleh adz-Dzahabi, dan Abu Nu'aim di dalam al-Hilyah [IX/250] dari Anas Radhiyallahu 'anhu. Lihat kitab Shahiihul Jaami' [4064], Ad-Duljah: Perjalanan pada malam hari).
Maksud dilipatnya bumi adalah sedikitnya kesulitan safar pada malam hari. 
Hal ini boleh juga diyakini secara hakiki.
Sesungguhnya hal yang demikian itu bukanlah suatu perkara yang tidak mungkin bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala. 

  • Doa-doa ketika melakukan perjalanan pada pagi hari (waktu sahur)
Apabila musafir mendapati waktu sahur, maka dianjurkan membaca doa Nabawi yang mulia ini, sebab apabila mendapati waktu sahur Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam membaca doa yang artinya:
"Semoga ada yang memperdengarkan pujian kami kepada Allah atas nikmat dan karunia-Nya kepada kami. Wahai, Rabb kami, dampingilah kami (peliharalah kami) dan berilah karunia kepada kami dengan berlindung kepada Allah dari api neraka." (HR. Muslim [2718] dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu).
  • Memanfaatkan waktu dengan berdzikir dan melaksanakan ketaatan
Hendaklah seorang muslim menggunakan setiap waktunya untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala semampu yang bisa dilakukannya.
Amal ketaatan yang dapat dilakukan adalah dengan membaca dan mentadabburi al-Qur'an, senantiasa berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, bertafakur tentang apa saja yang ada di sekitar, berbuat baik kepada teman-temannya, meninggalkan kesan yang baik pada tempat yang pernah disinggahi dengan berdzikir dan bacaan al-Qur'an, dan shalat semampunya.
Anas Radhiyallahu 'anhu berkata: "Sesungguhnya jika kami sampai di suatu tempat, tidaklah kami melakukah shalat sunnah hingga kami tinggal di situ." (HR. Abu Dawud [2551] dari Anas Radhiyallahu 'anhu. Lihat kitab Shahiih Abi Dawud [2224]).

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Pada hari itu kami menceritakan beritanya, karena sesungguhnya Rabbmu telah memerintahkan (yang demikian itu) kepadanya." (QS. Al-Zalzalah: 4-5).
"Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh)." (QS. Yaasiin:12).
Memperbanyak berdzikir kepada Allah akan menjadikan seorang hamba selalu disertai oleh Malaikat, cukuplah itu menjadi suatu keutamaan.

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
"Tidaklah seorang musafir di dalam perjalanannya berkhalwat dengan Allah dan berdzikir kepada-Nya, melainkan ia akan disertai oleh Malaikat dan tidaklah ia mengisi perjalanannya dengan sya'ir dan sebagainya, melainkan syaitan akan menyertainya." (HR. Ath-Thabrani dalam kitab al-Kabiir [895/17] dari 'Uqbah bin 'Amir. Lihat kitab Shahiihul Jaami' [5706]).
Hal ini menjelaskan kepada kita jauhnya perbedaan orang yang menghidupkan kaset al-Qur'an dan ceramah-ceramah agama di dalam kendaraannya dengan orang yang asyik mendengarkan musik, nyanyian, dan sejenisnya di dalam perjalanannya.
Boleh jadi suatu peristiwa atau kecelakaan terjadi di dalam perjalanannya sehingga datang padanya ajal dan ia mati dalam keadaan su'ul khotimah.
Wal'iyadzubillah (semoga Allah melindungi kita dari hal semacam itu).


(Bersambung).

***

Sumber:
'Ensiklopedi Adab Islam Menurut al-Qur'an dan as-Sunnah - Jilid 2', 'Abdul 'Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada, Pustaka Imam Asy-Syafi'i, Jakarta, Januari 2013 M.

***

Baca juga:
***

#ODOPOKT18
#BloggerMuslimahIndonesia



Related Posts:




Tidak ada komentar:

Posting Komentar