Ini adalah lanjutan dari tulisan sebelumnya: 'Ayo ke Raja Ampat'.
Dari Jakarta kami berangkat dengan pesawat Garuda Indonesia tujuan Sorong (transit di Makassar) hari Kamis malam pukul 23.45 dan tiba di Makassar pukul 03.15 keesokan harinya.
Waktu transit sekitar 2 jam di Makassar kami manfaatkan untuk berkeliling bandara dan melaksanakan sholat Subuh.
Pukul 05.30 kami terbang kembali menuju Sorong dan tiba di bandara Domine Eduard Osok pukul 08.45.
Selama penerbangan dari Makassar ke Sorong kami disuguhi cantiknya pemandangan jelang fajar dan terbitnya matahari dari timur.
Hari itu adalah hari Jum'at, bertepatan dengan hari libur nasional.
Mengingat waktu terbang ke Waisai (Raja Ampat) yang masih lama (pukul 14.05), kami menyempatkan blusukan ke pasar tradisional yang letaknya tak jauh dari bandara (cukup dengan berjalan kaki).
Sementara itu ransel-ransel kami titipkan di counter Wings Air di Bandara Domine Eduard Osok.
Sebenarnya di bandara ini tidak ada loker/tempat penitipan barang, namun petugas Wings Air berbaik hati membantu kami dan bersedia menerima titipan tas. Alhamdulillah.
Atas petunjuk mas-mas Wings Air yang baik hati itu pula lah kami dapat menemukan kios di pasar yang buka dan menjual SD card untuk kamera kami (maklum, faktor 'U', kamera dibawa tapi card-nya ditinggal 😁).
Ternyata mas penjualnya pun sangat ramah dan menjual barangnya dengan harga wajar.
Dia juga menunjukkan tempat makan di pasar yang sesuai dengan keinginan kami.
Selesai urusan kamera kami memulai petualangan di pasar.
Salah satu tujuannya adalah untuk sarapan. He he he ...
Di pasar ini selain penduduk asli kami juga banyak menjumpai orang Jawa, jadi tak heran bila bahasa Jawa terdengar di sana sini.
Bahkan di warung tempat kami makan pun ibu penjualnya menggunakan bahasa Jawa halus.
Demikian juga beberapa pengunjungnya.
Dan yang kami suka, sapaan salam 'Assalamu'alaikum' dan jawabannya terdengar berulang kali di warung ini, dari pengunjung yang baru datang maupun pemilik warung. Masya Allah ...
Jadi lupa sesaat bahwa kami sedang berada di Papua 😀.
Setelah blusukan kami kembali berjalan santai menuju bandara, kali ini masuk melalui pintu belakang yang merupakan jalan pintas dan langsung menuju masjid di lingkungan bandara untuk memastikan apakah di situ dilaksanakan sholat Jum'at.
Ternyata masjid kosong, tak ada orang.
Kami duduk-duduk sambil berteduh.
Oh ya, siang hari di sini panasnya cukup lumayan, Saudara-saudara.
Tak lama kemudian ada seorang anak yang masih berseragam sekolah memasuki masjid dan mulai merapikan serta mempersiapkan segala keperluan sholat Jum'at.
Bangganya kami padamu, Nak.
Setelah itu menyusul bapak petugas pengelola masjid datang (dari menyelesaikan urusan di tempat lain) dan mempersilakan kami masuk ke dalam serta mengajak berbincang akrab.
Masih ada waktu agak lama sebelum sholat Jum'at dimulai.
Saya memutuskan untuk menunggu di bandara sementara suami melaksanakan sholat Jum'at di masjid.
Di bandara ini juga tersedia musholla yang cukup luas, bersih, dan nyaman.
Bahkan ruang sholat pun dipisah antara jama'ah laki-laki dan perempuan (pemisahnya bukan hanya berupa sekat tetapi memang disediakan dua ruangan yang terpisah).
Bagi yang ingin membeli oleh-oleh khas Sorong/Papua, di Bandara Domine Eduard Osok yang tidak terlalu besar ini cukup banyak pilihan tokonya.
Salah satu yang terkenal adalah roti abon gulung.
Kami sempatkan membelinya sebelum kembali ke Jakarta.
Rasanya memang enak dan bikin nagih.
Ada juga batik Papua, tas-tas noken, dan magnet kulkas dengan desain dan material yang 'sangat Papua sekali'.
Setelah sholat kami menuju counter Wings Air untuk mengambil kembali tas-tas yang kami titipkan dan bersegera memasuki ruang tunggu untuk melanjutkan penerbangan menuju ke Bandara Marinda di Waisai, Raja Ampat.
Meski hanya sejenak, keramahan warga kota Sorong yang kami temui cukup meninggalkan kesan mendalam, sangat berbeda dengan kesan yang ada selama ini.
Alhamdulillah.
#BloggerMuslimahIndonesia
Dari Jakarta kami berangkat dengan pesawat Garuda Indonesia tujuan Sorong (transit di Makassar) hari Kamis malam pukul 23.45 dan tiba di Makassar pukul 03.15 keesokan harinya.
Waktu transit sekitar 2 jam di Makassar kami manfaatkan untuk berkeliling bandara dan melaksanakan sholat Subuh.
Pukul 05.30 kami terbang kembali menuju Sorong dan tiba di bandara Domine Eduard Osok pukul 08.45.
Selama penerbangan dari Makassar ke Sorong kami disuguhi cantiknya pemandangan jelang fajar dan terbitnya matahari dari timur.
Jelang Fajar Menuju Sorong |
Mengingat waktu terbang ke Waisai (Raja Ampat) yang masih lama (pukul 14.05), kami menyempatkan blusukan ke pasar tradisional yang letaknya tak jauh dari bandara (cukup dengan berjalan kaki).
Sementara itu ransel-ransel kami titipkan di counter Wings Air di Bandara Domine Eduard Osok.
Sebenarnya di bandara ini tidak ada loker/tempat penitipan barang, namun petugas Wings Air berbaik hati membantu kami dan bersedia menerima titipan tas. Alhamdulillah.
Atas petunjuk mas-mas Wings Air yang baik hati itu pula lah kami dapat menemukan kios di pasar yang buka dan menjual SD card untuk kamera kami (maklum, faktor 'U', kamera dibawa tapi card-nya ditinggal 😁).
Ternyata mas penjualnya pun sangat ramah dan menjual barangnya dengan harga wajar.
Dia juga menunjukkan tempat makan di pasar yang sesuai dengan keinginan kami.
Selesai urusan kamera kami memulai petualangan di pasar.
Salah satu tujuannya adalah untuk sarapan. He he he ...
Di pasar ini selain penduduk asli kami juga banyak menjumpai orang Jawa, jadi tak heran bila bahasa Jawa terdengar di sana sini.
Bahkan di warung tempat kami makan pun ibu penjualnya menggunakan bahasa Jawa halus.
Demikian juga beberapa pengunjungnya.
Dan yang kami suka, sapaan salam 'Assalamu'alaikum' dan jawabannya terdengar berulang kali di warung ini, dari pengunjung yang baru datang maupun pemilik warung. Masya Allah ...
Jadi lupa sesaat bahwa kami sedang berada di Papua 😀.
Pedagang di Pasar |
Ternyata masjid kosong, tak ada orang.
Kami duduk-duduk sambil berteduh.
Oh ya, siang hari di sini panasnya cukup lumayan, Saudara-saudara.
Tak lama kemudian ada seorang anak yang masih berseragam sekolah memasuki masjid dan mulai merapikan serta mempersiapkan segala keperluan sholat Jum'at.
Bangganya kami padamu, Nak.
Setelah itu menyusul bapak petugas pengelola masjid datang (dari menyelesaikan urusan di tempat lain) dan mempersilakan kami masuk ke dalam serta mengajak berbincang akrab.
Masih ada waktu agak lama sebelum sholat Jum'at dimulai.
Saya memutuskan untuk menunggu di bandara sementara suami melaksanakan sholat Jum'at di masjid.
Di bandara ini juga tersedia musholla yang cukup luas, bersih, dan nyaman.
Bahkan ruang sholat pun dipisah antara jama'ah laki-laki dan perempuan (pemisahnya bukan hanya berupa sekat tetapi memang disediakan dua ruangan yang terpisah).
Bagi yang ingin membeli oleh-oleh khas Sorong/Papua, di Bandara Domine Eduard Osok yang tidak terlalu besar ini cukup banyak pilihan tokonya.
Salah satu yang terkenal adalah roti abon gulung.
Kami sempatkan membelinya sebelum kembali ke Jakarta.
Rasanya memang enak dan bikin nagih.
Ada juga batik Papua, tas-tas noken, dan magnet kulkas dengan desain dan material yang 'sangat Papua sekali'.
Bandara Domine Eduard Osok, Sorong, Papua Barat |
Meski hanya sejenak, keramahan warga kota Sorong yang kami temui cukup meninggalkan kesan mendalam, sangat berbeda dengan kesan yang ada selama ini.
Alhamdulillah.
***
#ODOP
#ODOP6
Baca juga:
Ayo ke Raja Ampat
Waisai Torang Cinta, Awal Petualangan di Raja Ampat
Bersantai di Afu Dive Resort, Raja Ampat
Keindahan Bentang Alam Karst di Piaynemo, Raja Ampat
Snorkeling di Yenbuba, Raja Ampat
Keindahan Pasir Timbul di Raja Ampat
Waisai Torang Cinta, Awal Petualangan di Raja Ampat
Bersantai di Afu Dive Resort, Raja Ampat
Keindahan Bentang Alam Karst di Piaynemo, Raja Ampat
Snorkeling di Yenbuba, Raja Ampat
Keindahan Pasir Timbul di Raja Ampat
***
#ODOP
#BloggerMuslimahIndonesia
Wah seru sekali masya Allah.. ^^
BalasHapusIya mbak. Alhamdulillah :)
Hapus